Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
Masjid Al-Markaz Al-Islami di Makassar adalah salah satu masjid terbesar dan termegah di Indonesia, yang memiliki peranan penting dalam pengembangan peradaban Islam di kawasan timur Indonesia. Berikut adalah profil lengkap mengenai masjid ini, mulai dari sejarah pembangunan, keunikan, keunggulan, hingga tantangan yang dihadapi selama proses pembangunannya.
Masjid Al-Markaz Al-Islami dibangun pada tahun 1994 dan resmi dibuka pada 12 Januari 1996. Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Jenderal (Purn) M. Jusuf, seorang tokoh militer dan mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan. Ide untuk mendirikan masjid ini muncul ketika beliau menjabat sebagai Amirul Hajj pada tahun 1989, di mana beliau berkeinginan untuk menjadikan Makassar sebagai pusat peradaban Islam di Indonesia bagian timur.Pembangunan masjid ini dimulai pada tanggal 8 Mei 1994 dan melibatkan penggalangan dana dari berbagai tokoh masyarakat dan pengusaha. Total biaya pembangunan mencapai sekitar Rp12 miliar, dengan pemancangan tiang pertama dilakukan oleh dua menteri saat itu, Yogi S Memet dan Edy Sudrajat. Masjid ini dibangun di atas lahan seluas satu hektare yang sebelumnya merupakan bekas kampus Universitas Hasanuddin.
Salah satu aspek paling mengesankan dari Masjid Al-Markaz Al-Islami adalah arsitekturnya yang megah dan unik. Desain masjid ini terinspirasi dari Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, namun tetap mempertahankan elemen arsitektur khas Sulawesi Selatan. Atap masjid berbentuk kuncup segi empat, mirip dengan Masjid Katangka yang merupakan masjid tertua di Sulawesi Selatan.Masjid ini juga memiliki menara setinggi 84 meter, yang hanya kurang satu meter dari menara Masjid Nabawi. Menara tersebut dilengkapi dengan bak penampungan air berkapasitas 30 m3 pada ketinggian 17 meter. Interior masjid dihiasi dengan kaligrafi yang indah, termasuk mihrab yang terbuat dari granit hitam dengan kaligrafi tembaga kekuning-kuningan yang memuat ayat-ayat Al- Quran.
Masjid Al-Markaz Al-Islami tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam. Dengan kapasitas menampung hingga 10.000 jemaah, masjid ini memiliki tiga lantai yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti ruang wudhu, toilet, perpustakaan, aula, dan kantor MUI Sulsel. Selain itu, halaman masjid sering digunakan oleh masyarakat untuk berdagang selama bulan Ramadan, menjadikannya sebagai pusat interaksi sosial dan kegiatan keagamaan.Keberadaan masjid ini juga mencerminkan identitas masyarakat Sulawesi Selatan yang agamis dan beradab. Dengan desain yang megah dan fungsionalitas yang tinggi, Masjid Al- Markaz Al-Islami menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat setempat serta menarik perhatian wisatawan dari berbagai daerah.
Meskipun pembangunan Masjid Al-Markaz Al-Islami berjalan lancar, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi selama prosesnya. Salah satu tantangan utama adalah penggalangan dana. Mengingat biaya pembangunan yang cukup besar, pengurus masjid harus bekerja keras untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan pengusaha lokal.Selain itu, lokasi pembangunan yang berada di area bekas kampus Universitas Hasanuddin juga menuntut perhatian khusus dalam hal perencanaan dan pelaksanaan konstruksi agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat sekitar. Proses perizinan juga menjadi tantangan tersendiri mengingat pentingnya kepatuhan terhadap regulasi bangunan di daerah tersebut.
Penulis: Dian Zaskia Chaerunnisa
Komentar
Posting Komentar